Menjadi Departemen Teknik Geodesi kelas dunia yang unggul dan inovatif, berdedikasi untuk kepentingan bangsa dan kemanusiaan yang dijiwai oleh nilai-nilai budaya bangsa yang berlandaskan Pancasila sebagai ideologi negara.
Departemen Teknik Geodesi (DTGD) Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu dari delapan Departemen yang ada di lingkungan Fakultas Teknik UGM. Pada awal berdirinya yaitu pada bulan Agustus tahun 1959, DTGD masih merupakan program studi gabungan dengan program studi Teknik Geologi yang bernama Bagian Teknik Geodesi dan Geologi. Pada tahun 1962, berdasar UU No. 22 Tahun 1961, Bagian Teknik Geodesi dan Geologi dipecah menjadi dua bagian yaitu Bagian Teknik Geodesi dan Bagian Teknik Geologi yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri.
Pada tahun 1962/1963 Bagian Geodesi tidak menerima mahasiswa. Bagian Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada “ditutup” untuk sementara. Dengan bantuan UCLA, pada tahun 1963 tiga orang staff dari bagian Geodesi, yaitu Prijono, B. Sc, Budihardjo, B.Sc., dan Djoko Walijatun, B.Sc., dikirim untuk study lanjut di OHIO State University (OSU). Ketiga orang tersebut, beserta Rachmad PH., B.Sc., selanjutnya menjadi dosen tetap di Bagian Geodesi. Dengan kembalinya ketiga orang dari OHIO pada tahun 1966, maka pada tahun 1968 Bagian Geodesi dibuka kembali, dengan Ketua Bagian Djoko Walidjatun, M.Sc. dan Sekretaris Bagian Budiharjo, M.Sc. Mahasiswa–mahasiswa dapat melanjutkan kuliah tingkat doktoral. Akibat tersendatnya perkuliahan dari tahun 1963– 1968, Bagian Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada yang dibuka pada tahun 1959 baru dapat meluluskan sarjana pertamanya pada tahun 1969, yaitu Ir. Hasyimi Masyidin (aim.) yang pernah menjabat Sekretaris Bagian Geodesi untuk tiga periode berturut–turut (1970–1976). Setelah sekian lama tidak ada pengiriman dosen ke luar negeri untuk studi lanjut, pada tahun 1972 Ir. Soeprapto dengan biaya MOMBUSHO (Jepang) mendapat kesempatan studi di Kyoto University sebagai research student. Babak kedua Bagian Geodesi, yang dibuka pada tahun 1968, tampaknya belum dapat mengatasi berbagai macam kendala yang ada. Kekurangan tenaga dosen serta sarana pembelajaran tetap menjadi penghambat utama.