Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) Short-Term Exchange Program 2021
By: Iqbal Pratama Nugraha/Dept. Teknik Geodesi UGM
Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) adalah salah satu program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Indonesia yang memberi kesempatan mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonesia untuk mengikuti proses pembelajaran di perguruan tinggi yang berada di luar negeri selama satu semester. Dengan adanya program ini, diharapkan mahasiswa yang lolos dapat mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan jiwa bersosialisasi dengan rekan – rekan internasional untuk meningkatkan relasi, wawasan serta kompetensinya sesuai dengan bidang yang ditekuni.
Saya, Iqbal Pratama Nugraha dari Teknik Geodesi FT UGM, salah satu mahasiswa yang mendapat kesempatan mengikuti program IISMA yang dimulai dari 31 Agustus 2021 hingga 6 Februari 2022 di University of Twente, The Netherlands.
Selama di University of Twente (tepatnya di fakultas ITC), saya mengambil dua mata kuliah yaitu (1) High Tech Human Touch – Geographic Information System (201500060) dan (2) High Tech Human Touch – Earth Observation (201500062). Untuk mata kuliah HTHT-GIS dilaksanakan secara luring selama kuartil pertama sedangkan mata kuliah HTHT-EO dilaksanakan secara luring maupun daring selama kuartil kedua mengikuti kondisi kasus COVID-19 di Belanda.
Pada mata kuliah HTHT-GIS, saya belajar tentang konsep spatial, prospek sistem informasi geospasial di kehidupan nyata, visualisasi data dan pemetaan, serta GIS berbasis web. Sedangkan mata kuliah HTHT-EO mengkaji analisis data satelit dan fotografi untuk digunakan dalam permasalahan di dunia nyata mulai dari yang simple yaitu analisis land cover hingga ke complex yaitu estimasi jumlah penduduk di daerah perumahan yang padat. Meskipun kedua mata kuliah masih sejalan dengan jurusan saya, yakni Teknik Geodesi. Namun, dari cara pengajaran dosen hingga cara belajar di kampus sangatlah berbeda. Tidak ada yang namanya absensi, setiap kelas memiliki waktu short break mulai dari 5-15 menit, hingga dosen dan mahasiswa bisa saling berbagi idea dan topik di meja yang sama saat makan siang di kantin.
Saya mempelajari budaya Belanda dimana tepat waktu adalah hal yang penting, berbicara secara direct apa yang dipikirkannya tanpa adanya rasa takut, dan berkomunikasi to the point tanpa adanya basa-basi
Saya telah berada di sini sudah lebih dari tiga bulan, dan selama berada di sini, banyak hal yang saya pelajari, seperti seminar kecil yang diadakan oleh ITC Faculty dimana saya dapat bertemu, berkomunikasi, serta melihat langsung bagaimana peta interaktif dan touch-screen pada kasus tertentu dibuat dan bagaimana aplikasinya membuat saya memperoleh ilmu baru di luar mata kuliah yang saya ambil. Selain itu, saya mempelajari budaya Belanda dimana tepat waktu adalah hal yang penting, berbicara secara direct apa yang dipikirkannya tanpa adanya rasa takut, dan berkomunikasi to the point tanpa adanya basa-basi. Â
Di Enschede, Belanda, saya tinggal di asrama yang letaknya tidak jauh dari gedung kampus. Semua sarana transportasi seperti bus dan kereta mudah dijangkau, terkadang juga saya hanya perlu berjalan kaki atau menaiki sepeda untuk sampai ke kampus dan supermarket atau hanya sekedar berjalan – jalan menikmati musim yang sedang berlangsung saat ini.
Untuk non-akademik sendiri, saya masih berusaha untuk berinteraksi kepada orang lokal dan orang international lainnya. Salah satu usaha saya adalah bertemu dengan Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) Enschede, berkenalan dan masak bersama dengan tetangga di hotel, mengikuti perkumpulan mahasiswa muslim di Enschede, dan berkeliling wilayah Belanda.
Dalam rangka memperkenalkan budaya Indonesia, saya berpartisipasi dalam food festival yang diadakan sendiri oleh Fakultas ITC dimana mahasiswa IISMA memperkenalkan makanan tradisional Indonesia dan mencoba makanan dari negara lain juga. Selain itu, hal yang berbeda secara signifikan dari Indonesia adalah cuaca. Saat ini di Belanda sedang mengalami musim dingin meskipun salju belum turun di posisi saya sehingga pakaian juga perlu dipertimbangkan. Yang paling saya sukai dari tinggal di sini adalah saya bisa berjalan kaki ke mana-mana, naik transportasi umum dengan mudah, dan menikmati banyak ruang hijau kota. Masyarakat lokal juga sangat ramah.
Satu hal baru lagi yang saya pelajari adalah Belanda termasuk dalam Schengen Area dimana visa Schengen yang didapatkan bisa juga digunakan untuk keliling negara Eropa lainnya yang masuk dalam Schengen Area. Karena kesempatan ini, saya bisa berkunjung ke negara Eropa selain Belanda. Selama ini, saya baru berkunjung ke 3 negara Eropa lain yaitu Prancis, Jerman, dan Switzerland.
Tentunya saya melakukan perjalanan ini disaat tidak adanya waktu kelas untuk kuliah alias libur panjang dan mengikuti protokol kesehatan yang ada. Yang lebih menarik lagi adalah kita bisa bertemu bersama Pak Mayerfas (Duta Besar RI untuk Belanda) dimana beliau memberikan pidato yang sangat menarik dan membuat kita lebih semangat untuk menggapai cita-cita kita serta mengambil kesempatan yang ada apalagi selama kita masih bisa belajar di negara lain.
Terlepas dari keadaan di Belanda sekarang karena kasus COVID semakin banyak, saya masih heran bagaimana saya bisa berada disini hari ini. Saya sejak kecil bermimpi untuk belajar di luar negeri dan melalui program inilah mimpi saya telah diwujudkan. Saya berharap dengan cerita saya, bisa menginspirasi mahasiswa Indonesia bahwa belajar di luar negeri tidaklah sulit asalkan tetap berusaha dan bekerja keras menggapai cita-citanya dan suatu saat kelak akan membawa kita ke tempat yang kita inginkan.Â